Tentang Sebuah Sapaan
Masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Malam ini aku selalu menanti sapaan seorang lelaki manis itu.Didunia ini terlalu banyak tentang. Kali ini akan akan bercerita tentang seorang lelaki.
Kau tahu, aku terlalu sering jatuh cinta dalam hidupku. Tak apalah, setiap rasaku yang jatuh itulah yang selalu menyemangatiku setiap hari. Meski sebenarnya yang kubutuhkan sebenarnya adalah diriku sendiri. Seberapa banyak orang pun yang singgah dalam perjalanan hidupku. Dan seberapa sering aku bertamu dalam perjalanan hidup mereka.
Setiap mereka yang pernah hadir memiliki kisahnya masing-masing. Mereka hadir dengan caranya sendiri. Kemungkinan aku akan menuliskan masing-masing dari mereka. Olehnya itu aku tak berani bilang kalau akau hanya mencintai satu orang saja dalam hidupku. Aku sendiri pun juga tak pernah percaya bila mereka mengatakan bahwa akulah satu-satunya orang dalam hidupnya. Hal itulah yang tak akan pernah kupercaya.
Tentang lelaki si penyapa ini. Banyak juga yang sering menyapa selain dia, hanya saja dia salah satu penyapa yang menurutku sangat manis dibanding penyapa lainnya.
Dia adalah seorang lelaki. Umurnya sepuluh tahun lebih tua dari umurku. Ia menjalani masa mudanya ketika aku masih berlari-lari telanjang di bawah hujan. Sekarang aku sudah memasuki masa mudaku, dan dia pun masih memancarkan semangat mudanya. Wajahnya masih saja menampakkan kemanisan.
Dia suka musik. Dan hobinya bermain drum. Aku tahu sedikit banyak hal dari dia. Dari pengamatanku setiap hari.
Bentuk tubuhnya cukup besar bila aku berdampingan dengannya. Wajah yang dihiasi dengan bibir manis. Sering aku memperhatikan betapa manisnya dia. Cara berbicaranya yang lembut meski jiwanya adalah seorang pemberontak. Si petualang yang suka alam bebas.
Salah satu hobinya adalah memotret. Ia pernah menceritakan hobinya itu saat kami kebetulan bertemu di lift. Kebetulan ia membawa kamera, dan aku berbasa basi menanyakan tentang mengapa ia membawa kamera, dan darimana ia sebelumnya.
Aku dan dia hampir setiap hari bertemu. Kami hanya berbicara seperlunya saja.Sekedar say hay, atau berbicara ringan. Atau ketika berpapasan atau dihadapkan pada hal yang tak sengaja. Meski kadang dalam diamku aku selalu melamati tubuhnya dari kacamataku. Ya Tuhan... aku menyukai si pemilik tubuh itu.
Aku bahkan tak pernah menyadari waktu bahkan ketika malam sudah cukup larutnya. Aku suka berada satu ruangan dengannya. Melihat bentuk nyatanya itu memberiku sedikit semangat. Melihatnya mendengarkan lagu sambil memukul-mukul meja seakan ia sedang bermain drum. Atau sedikit menyanyikan lagu. Suaranya bagus. Sedikit serak.
Beberapa malam lalu aku disapanya. Tak seperti didunia nyata, sapaanya kali ini membawa kami terbawa dalam sebuah percakapan yang cukup panjang. Bercerita tentang banyak hal. Dan aku selalu suka saat seperti itu. Menyenangkan bisa mendapat sapaan darinya.
Apakah sapaan itu hanya akan berhenti dibeberapa malam terakhir ini? Sepertinya aku menunggu sapaan darinya.
Kau tahu kalau ini sebenarnya sangat rapuh. Selalu merasa sendiri. Lalu apa yang kuharapkan darinya? Secangkir kesegaran dari kemanisannya mampu membalut sedikit demi sedikit darah yang terus mengalir dari kesakitanku.
Makassar, hari kedua belas di bulan Desember, 2014.
0 komentar:
Posting Komentar